Kalau kita cermati al-Qur’an dan as-Sunnah, akan kita dapati
nash-nash yang menyatakan bahwa ada beberapa hal yang membatalkan
syahadat yang telah diucapkan. Hal ini karena syahadat menuntut adanya
konsekuensi dan komitmen. Syahadat baru benar dan dapat diterima apabila
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Ilmu yang menghilangkan kebodohan
Makna dan konsekuensi syahadatain hendaklah diketahui secara baik karena
Islam tidak menerima pengakuan dan pernyataan yang didasarkan pada
ketidaktahuan. Persaksian yang tidak didasarkan pada ilmu akan sangat
rapuh karena ia tidak mengakar sebagai keyakinan.
“Ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada tuhan selain Allah.” (Muhammad: 19)
2. Keyakinan yang menghilangkan keraguan
Syahadatain yang didasarkan atas pengetahuan yang jelas dan dapat
dipertanggung jawabkan akan melahirkan keyakinan yang mantap dan
menghilangkan keraguan di dalam hati.
“Orang-orang Arab Badui itu berkata: ‘Kami telah beriman.’ Katakanlah [Muhammad]: ‘Kalian belum beriman. Tetapi katakanlah, kami telah tunduk.’ Karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu.” (al-Hujurat: 15)
Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda:
“Iman itu bukan angan-angan dan hiasan. Ia adalah sesuatu yang bersemayam di dalam hati dan dibenarkan oleh amal perbuatan.”
3. Keikhlasan dan bebas dari kemusyrikan
Syahadatain harus diucapkan dengan ikhlas karena Allah dan tidak ada
niatan lain selain mengharap ridla-Nya. Niat yang tidak ikhlas termasuk
syirik, padahal Allah tidak mengampuni dosa kemusyrikan.
4. Jujur, bukan dusta
Syahadat harus diucapkan dengan sejujurnya, bukan dengan dusta.
Kemunafikan merupakan perbuatan yang sangat tercela sehingga Allah
menyiksa orang-orang munafik di dasar neraka.
“Mereka hendak mengelabuhi Allah dan orang-orang yang beriman, padahal sebenarnya mereka hanya mengelabuhi diri mereka sendiri sedang mereka tidak menyadari.” (al-Baqarah: 9)
5. Cinta bukan benci dan terpaksa
Syahadatain harus disertai dengan kecintaan bukan dengan kebencian. Hal
ini akan dapat tercapai bila proses syahadatain dilakukan melalui
syarat-syarat di atas.
6. Menerima bukan menolak
7. Patuh melaksanakan, tanpa keengganan beramal.
Tidak ada alasan untuk menolak syahadatain dan konsekuensinya karena ia
hanya akan mendatangkan kebaikan di dunia maupun di akhirat.
Sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas, “….dan dibenarkan dengan
amal.” Para ulama menyebut bahwa iman harus meliputi keyakinan di hati,
ikrar dengan lisan, dan amal dengan anggota badan.
8. Ridla menerima Allah sebagai Tuhannya, Rasul sebagai uswahnya, dan Islam sebagai jalan hidupnya.
Delapan syarat ini saling terkait dan tidak terpisahkan.
Delapan syarat ini saling terkait dan tidak terpisahkan.